Karena itu, untuk pohon, gamelan, kereta, pusaka, dan benda apapun, nama selalu diberikan. Untuk dua pohon beringin di alun-alun utara, misalnya diberi nama Kyai Dewadaru (sebelah barat) dan Kyai Wijayadaru (sebelah timur).
Kemenyan dan kembang sekar rutin dibakar di bawah teduhnya. Soal sesaji itu, Yudhaningrat memaknainya sebagai upaya hidup selaras dengan alam, selain hidup selaras dengan sesama manusia dan hidup selaras dengan Allah SWT.
“Ketiga-tiganya harus dijalani dalam keselarasan dan menuju pada Allah.” pungkasnya. (int)