"Saya lihat potensinya luar biasa Desa Wisata Sangiran ini, karena ada wisata edukasi, wisata berbasis sejarah, wisata berbasis budaya, dan yang tadi saya kaget saya distop oleh teman-temen yang sedang menggagas Sangiran yaitu lomba lari 25 km di malam hari menuju Solo, ini menurut saya potensinya sangat luar biasa. Tapi yang paling betul-betul menyentuh saya adalah produk-produk ekonomi kreatifnya," tambahnya.
Dari laporan UNESCO, Sangiran telah diakui para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia. Posisinya pun disejajarkan dengan situs lain seperti Zhoukoudian (China), Willandra Lakes (Australia), Olduvai Gorge (Tanzania), dan Sterkfontein (Afrika Selatan).
Posisi Desa Sangiran terletak tak jauh dari Surakarta dan secara administratif berada di dua kabupaten, yaitu Sragen dan Karanganyar.
Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling pada tahun 1883. Saat melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19 pun Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di sini. Tahun 1993, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pun memulai penelitian di desa tersebut setelah mencermati berbagai laporan tentang balung buta atau tulang raksasa. Pada masa itu, perdagangan fossil mulai ramai setelah adanya penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus oleh Eugene Dubois.
Tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lain, bahkan termasuk variasi besar seperti Meganthropus palaeojavanicus. Selain manusia purba, ditemukan pula fosil tulang hewan seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau purba, dan gajah purba.