Sapi-sapi milik adipati itu istimewa, badannya kokoh dan elok. Karena itulah, Balinge menjadikannya sebagai hewan kesayangan. Dari sepasang ternak itu, sapi-sapi Sapudi berkembang biak. Keturunannya mewarisi kekokohan dan keelokan induknya.
“Mereka terus beranak-pinak hingga akhirnya populasinya membesar dan menyebar ke Pulau Sapudi,” tulis Siwi Yunita C dan Adi Sucipto.
Adipoday dipercaya menanamkan cara beternak sapi kepada masyarakat yang dipelajarinya dari orang tuanya. Sejak saat itu, hingga kini, masyarakat Pulau Sapudi dikenal mahir beternak sapi.
Ketika itu, Adipoday menerapkan sejumlah aturan dalam urusan memelihara sapi dan bercocok tanam. Aturan-aturan tersebut hingga kini diduga masih dipegang erat oleh masyarakat setempat.
Hubungan Adipoday dengan Madura juga sangat erat karena anaknya, Joko Tole menjadi raja di Sumenep. Bahkan tradisi karapan sapi yang sangat terkenal itu berawal di Sapudi untuk kemudian tersebar di seluruh daratan Madura.
Namun, di balik kisah dewa dan dewi sapi, ternak di Sapudi berkembang karena kearifan masyarakat sekitar. Di pulau ini, warga hampir tidak pernah melepas sapi induk untuk diperdagangkan
Panjito, peternak sapi misalnya tetap memelihara Putre Koneng, sapi betina besar yang dia rawat sejak kecil. Dirinya yang juga penjaga situs Dewi Sapi di Sapudi seolah mengulang perilaku sang bangsawan Balinge yang sayang kepada ternaknya.