Tantangan terbesar muncul dari keterbatasan waktu dan alat. Saat memulai produksi, Aicha masih kuliah di semester 4. Ia harus bangun pagi untuk membuat cireng mulai pukul 6 hingga 10 pagi sebelum menjalani aktivitas lain.
“Dulu belum punya alat giling tepung, jadi digiling manual pakai gelas atau botol kaca. Dibantu ayah dan ibu juga,” ungkapnya.
Ketika memasuki semester 6, kesibukan Aicha bertambah. Ia mulai mengajar di taman kanak-kanak, sementara kuliah tetap berjalan.
“Pagi ngajar, siangnya kuliah, kadang sampai malam. Produksi cirengnya jadi pas libur atau hari Jumat,” kata guru TK itu.