Namun, persatuan bukanlah hal yang mudah. Perbedaan pandangan sering kali menjadi batu sandungan. Pemerintah Hindia Belanda pun melihat gerakan ini sebagai ancaman. Mereka khawatir, jika umat Islam bersatu, maka kekuasaan kolonial bisa terancam.
Salah satu langkah yang ditempuh Belanda adalah mencoba merangkul para ulama dengan cara halus, salah satunya menawarkan penghargaan kepada Kiai Hasyim Asy’ari.
Kabar itu pun segera menyebar ke Pesantren Tebuireng.
Malam itu, ruangan terasa sunyi meskipun dipenuhi santri dan para tokoh pesantren. Lampu minyak berkedip-kedip, bayangan api menari di dinding kayu. Bisik-bisik terdengar, mencerminkan kegelisahan para santri yang mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
Seorang santri akhirnya memberanikan diri bertanya,
“Jadi bagaimana, Gus?”