Tokoh

KH. Ahmad Warson

Penyusun Kamus Al-Munawwir Pesantren Krapyak

Penyusun Kamus Al-Munawwir Pesantren Krapyak
dok wikipedia tokoh

 

Kisah penyusunan Kamus Munawwir bermula ketika Kiai Ali Maksum meminta Kiai Warson untuk membuat sebuah kamus. Setelah wafatnya Kiai Munawwir, Kiai Ali Maksum menjadi pendidik bagi anak-anaknya, termasuk Kiai Warson dan Kiai Zainal. Kiai Warson relatif hanya belajar dari Kiai Ali Maksum, sehingga Kiai Ali Maksum dijuluki sebagai Murabbi ar-Ruh atau pembentuk karakter bagi Kiai Warson Munawwir.

 

Setelah menyelesaikan naskah kamus, Kiai Warson tidak segera menyerahkannya kepada penerbit untuk dicetak. Ia membawa naskah tersebut ke Rembang untuk ditunjukkan kepada Kiai Bisri Mustofa (ayahanda Gus Mus). “Mohon diperiksa Kiai, kalau-kalau masih ada kekurangannya,” ujar beliau. Namun, Kiai Bisri enggan menyentuh naskah tersebut. “Buat apa?” kata Kiai Bisri, “Sudah jadi begini ya langsung dicetak saja!” Meskipun Kiai Warson merasa ragu, mengingat Al-Munjid (kamus bahasa Arab ensiklopedik karya dua pendeta Kristen asal Lebanon, Louis Malouf dan Bernard Tottle) masih memiliki banyak kesalahan, Kiai Bisri dengan tegas menyatakan bahwa meskipun ada kesalahan, tetap banyak manfaatnya. Kiai Bisri menyarankan agar pembaca yang mengoreksi dan menyempurnakan kamus tersebut, bahkan mungkin orang lain bisa membuat kamus baru untuk melengkapi Kamus Munawwir. Kiai Warson pun merenung atas nasihat bijak tersebut.

 

KH. Warson akhirnya mendapatkan keyakinan untuk menerbitkan naskah kamus tersebut. Dengan saran dari KH. Ali Maksum, kakak iparnya, kamus tersebut diberi judul “Al-Munawwir” sebagai penghormatan kepada KH. Munawwir, ayahanda beliau sendiri. “Judul kitab yang simpel seperti kamusnya Warson itu enak dan mudah diingat,” kata KH. Ali Maksum suatu kali, “Jangan seperti mbahmu, bikin judul yang aneh-aneh seperti ‘Al Ibriz’ (artinya: emas murni – Terong Gosong). Mbok tadinya kasih judul ‘Al Bisri’ gitu saja kan enak to?” lanjut KH. Ali Maksum.

 

KH. Warson Munawwir merupakan ulama yang meninggalkan karya monumental yang abadi, terutama bagi kalangan santri yang ingin memahami kitab-kitab berbahasa Arab. Kamus Al-Munawwir menjadi manifestasi ilmu ulama yang berasal dari Krapyak. Kamus ini telah mendapatkan reputasi yang tinggi dan digunakan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di mancanegara.

Baca Juga : Tebuireng dan Peran Pesantren dalam Perjuangan Islam Nusantara
Bagikan :