Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pendekatan 3N, yaitu niteni (memperhatikan), niru (meniru praktik baik), dan nambahi (menambahkan nilai khas lokal). "Dauroh ini harus dimanfaatkan untuk benchmarking dakwah internasional. Kita tidak hanya belajar, tapi juga memperkaya ilmu," ujarnya.
Zayadi berharap pengalaman internasional yang diperoleh para peserta tidak hanya menjadi formalitas perjalanan, tetapi juga menjadi lompatan signifikan dalam peningkatan kualitas dakwah mereka.
Kasubdit Kemitraan Umat Islam, Ali Sibromalisi, menambahkan bahwa program ini tidak hanya bertujuan untuk memperkuat kapasitas peserta, tetapi juga memberi pengalaman yang mendalam dan berkesan.
"Kegiatan dauroh ini menjadi kesempatan emas untuk menimba ilmu sekaligus memperluas wawasan internasional," kata Ali.
Program dauroh du’at ini merupakan angkatan kedua, setelah tahun lalu dilaksanakan dengan respons yang sangat positif dari peserta. Kemenag berharap program ini dapat terus berlanjut dan berkembang sebagai bagian dari diplomasi keagamaan Indonesia yang moderat, inklusif, dan berwawasan global. (nov)