Bahkan setelah undang-undang itu berlaku, Belanda (yang saat itu adalah NICA) kembali datang ke Indonesia dan lagi-lagi membawa KUHP yang baru yakni Wetboek van Strafrecht voor Indonesië. Adanya dua KUHP yang ironisnya sama-sama buatan asing ini membuat Indonesia menjadi bingung. Baru sampai tahun 1958, ditetapkanlah satu KUHP saja, yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indië, agar tidak terjadi kebingungan di kalangan masyarakat.
Muncul pertanyaan, “kapan Indonesia akan memiliki KUHP buatannya sendiri?” Memang dalam membangun sebuah kitab hukum pidana yang sangat lengkap bukanlah suatu hal yang mudah. Sama halnya dengan pepatah “Roma tidak dibangun dalam semalam”, KUHP juga memerlukan berbagai tahapan agar dapat benar-benar menjadi kitab hukum pidana yang komprehensif.
Kabar baiknya adalah bahwa dalam waktu dekat ini, Indonesia akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP. Ini akan menjadi KUHP yang bisa dibilang asli buatan Indonesia. Nantinya KUHP ini akan menggantikan KUHP “kuno” produk Belanda yang beberapa pasalnya sudah dihapus ataupun diubah dengan peraturan yang lebih baru. Selain itu, KUHP yang baru ini akan menjadi salah satu tanda akan kemerdekaan Indonesia dan menuju negara yang lebih mandiri dan berdikari.
Dalam merancang KUHP yang baru ini, ada beberapa hal yang berbeda dengan KUHP warisan Belanda. Sebagai contoh pada RUU KUHP, kejahatan dan pelanggaran sudah tidak dipisah melainkan dijadikan satu sebagai “tindak pidana.” Selain dalam hal pembagian kitab, unsur kalimat yang ada pada tiap-tiap pasalnya juga mengalami perubahan. Dalam kasus ini, kita menilik pada Pasal 420 ayat (1) RUU KUHP yang oleh masyarakat sedang menjadi topik perbincangan yang hangat.