Pertumbuhan serikat buruh juga diikuti pula dengan surat kabar dari kelompok organisasi dan sastra sebagai alat untuk menyampaikan pesan politik tertentu. Misalnya novel Rasa Mardika karya Soemantri dan Syair Sama Rasa dan Sama Rata karya Mas Marco.
Bacaan liar yang muncul ini diharapkan dapat mengenalkan rakyat terhadap istilah-istilah baru yang berkaitan dengan gerak perlawanan melawan kekuasaan kolonial, seperti kapitalisme, sosialisme, internasionalisme dan sebagainya.
Puncak dari berbagai propaganda ini adalah saat terjadinya pemberontakan PKI tahun 1926-1927. Saat itu pemerintah kolonial baru mengambil langkah tegas, dengan menutup percetakan yang menentang kolonialisme.
“Mereka juga melakukan penggeledahan rumah, melakukan sensor, menyita koran harian, mingguan, dan bulanan, dan juga buku-buku,” tulis Razif dalam Buruh Kereta Api dan Komunitas Buruh Manggarai. (int)