Bumi Pesantren

Syawal dan Tantangan Konsistensi

Syawal dan Tantangan Konsistensi
Syafi'i, Kepala Pusbangko. Manajemen, Kepemimpinan dan Moderasi Beragama Kemenag. (dok kejakimpolnews.com)

SURABYA, PustakaJC.co - Sekarang kita berada di bulan Syawal. Bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah ini datang setelah Ramadlan yang baru saja kita lalui. Dalam kalender Hijriah, hitungan hari dalam sebulan sebanyak 29 atau 30 hari, sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (tidak banyak menulis dan berhitung). Satu bulan itu ada kalanya seperti ini dan seperti ini (sambil memberi isyarat dengan jari-jarinya), yakni sekali dalam 29 hari dan sekali dalam 30 hari". (HR Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, setahun dalam kalender Hijriah lebih cepat sekitar 12 hari dibanding dengan kalender Masehi.

 

Bukan sebuah kebetulan bulan kesepuluh ini dinamai Syawal dan datang setelah bulan yang kesembilan, Ramadlan. Kata "Syawwal" (dobel 'w' atau 'wau syiddah') dalam bahasa Arab berarti "meningkat" atau "mengangkat". Sedangkan Ramadlan berasal dari bahasa Arab رمضان (Ramaān), yang akar katanya رمض (rama) berarti "panas yang membakar" atau "teriknya panas" (Ibnu Manzhur, 2000). Secara maknawi, Ramadlan sering dikaitkan dengan pembakaran dosa melalui ibadah, puasa, dan peningkatan spiritual. Dikutip dari kemenag.go/id Selasa, (8/4/2025).

 

Dengan demikian, "peningkatan" kualitas dan "pengangkatan" ke level yang lebih tinggi semestinya menjadi hasil dari proses pembersihan diri selama Ramadlan. Ibarat mesin yang selesai di-tune up, performanya meningkat karena kerak dan karat sudah dibakar habis.

Baca Juga : Usung Tema Lingkungan dan Kemanusiaan, MTQ Internasional Berlangsung di Jakarta
Bagikan :