Meski banyak yang menganggap bioskop sebagai tempat yang identik dengan hiburan, NU pada masa itu justru memanfaatkannya sebagai ruang untuk berdakwah. Di acara-acara tersebut, pembacaan Al-Qur'an, ceramah tentang sejarah Islam, dan nilai-nilai keagamaan disampaikan. Acara tersebut bahkan dipandu oleh tokoh-tokoh besar NU seperti KH Zainul Arifin, yang menjelaskan lebih dalam tentang sejarah dan perjuangan NU.
Namun, pemilihan bioskop sebagai tempat acara menimbulkan pertanyaan. Mengapa tidak mengadakan acara di pesantren atau masjid? Sejarah mencatat bahwa muktamar awal NU, antara 1926 hingga 1932, tidak dilaksanakan di pesantren atau masjid. Tempat yang lebih terbuka seperti hotel sering digunakan untuk pertemuan besar. Sebagian besar cabang NU juga tidak memiliki fasilitas yang memadai di awal berdirinya. Oleh karena itu, bioskop menjadi pilihan praktis yang juga bisa menjangkau audiens yang lebih banyak.
Langkah NU menggelar acara di bioskop menunjukkan bagaimana organisasi ini menanggapi tantangan zaman dan tetap berkomunikasi dengan masyarakat, meskipun dihadapkan dengan keterbatasan. Inilah bukti bahwa NU sejak awal sudah memahami pentingnya strategi dalam menyebarkan pesan keagamaan dan memperkenalkan identitas mereka kepada publik. (ivan)