Oleh: Ivan Febriyanto
GRESIK, PustakaJC.co - Langit sore mulai meredup di Pondok Pesantren Mambaus Sholihin. Hembusan angin membawa aroma tanah basah usai hujan yang turun membasahi bumi. Di depan gedung asrama Rushaifah, seorang santri terlihat tekun melakukan kegiatannya diiringi suara mesin pemotong rumput yang ia gunakan.
Dialah Umam, santri asal Batam, yang di sela-sela kesibukannya belajar, memilih untuk mengabdi dengan merawat pesantren. Baginya, ini bukan sekadar tugas, melainkan bagian dari perjalanan spiritual. Sebab, di pesantren, pengabdian (khidmah) bukan hanya sekadar bekerja, tetapi juga bentuk latihan hati, mendidik kesabaran, ketulusan, dan kedisiplinan.
"Pesantren ini rumah kami. Membersihkannya bukan beban, tapi kebanggaan. Kalau bukan kami, siapa lagi?" katanya sambil memotong rumput yang panjangnya telah mencapai lutut.
Di Mambaus Sholihi, pengabdian bukanlah kewajiban yang diberlakukan secara paksa, melainkan kesadaran yang tumbuh dalam jiwa santri. Setiap santri diajarkan bahwa khidmah adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah. Melalui pengabdian, seorang santri dilatih untuk tidak hanya sibuk dengan diri sendiri, tetapi juga peduli terhadap lingkungan dan orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
"Pemimpin suatu kaum adalah yang melayani mereka." (HR. Abu Nu’aim)