Bumi Pesantren

Air Sisa Guru: Tradisi Berkah atau Sekadar Kebiasaan?

Air Sisa Guru: Tradisi Berkah atau Sekadar Kebiasaan?
Air minum sisa minum guru di Pesantren Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik (dok foto istimewa)

Oleh: Ivan Febriyanto

 

Dalam tradisi pesantren, menghormati guru bukan hanya melalui ucapan atau mendengarkan nasihat. Banyak santri percaya bahwa berkah juga bisa hadir dalam hal-hal sederhana, salah satunya air sisa yang diminum guru.

 

GRESIK, PustakaJC.co -  Di aula Komplek Al-Jaylani Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik, yang sejuk ber-AC, suasana tak seperti biasanya. Begitu majelis ilmu usai, beberapa santri segera merapat ke meja para guru, mengincar gelas yang masih tersisa airnya. Bagi mereka, ini bukan sekadar minuman, melainkan wujud penghormatan dan keyakinan bahwa keberkahan bisa datang dari hal-hal kecil.

 

 

Hudaifi, ketua komplek, melihat tradisi ini sebagai sesuatu yang lumrah di lingkungan pesantren.

 

"Bukan soal airnya, tapi soal bagaimana santri mencintai dan menghormati guru. Jika itu membuat mereka merasa lebih dekat dengan ilmu, saya tidak melihat ada yang salah," ujarnya.

 

Namun, Khisnu, wakil ketua, mengingatkan agar tradisi ini tetap dilakukan dengan adab.

 

"Kadang ada yang terlalu bersemangat sampai lupa bahwa inti dari keberkahan adalah keikhlasan, bukan sekadar mengikuti kebiasaan tanpa memahami maknanya," katanya.

 

Di sisi lain, Faliq yang selalu merasa benar, mencoba memberikan perspektif berbeda.

 

"Kalau semua memahami bahwa keberkahan itu datang dari ilmu dan keteladanan guru, maka tidak perlu ada rebutan. Penghormatan sejati bukan pada benda yang disentuh guru, tapi pada bagaimana kita mengamalkan ilmunya," katanya dengan yakin.

 

Sementara mereka berdiskusi, Gembuz tetap duduk santai di sudut aula, sama sekali tidak ikut berebut. Saat ditanya alasannya, jawabannya tetap khas dan tidak jelas.

 

"Kalau semua santri berebut air sisa, siapa yang memastikan guru tetap punya gelas bersih? Aku ini bagian dari tim keseimbangan pesantren," katanya dengan ekspresi serius.

 

Khisnu menatapnya curiga. "Atau kamu cuma nggak kebagian?"

 

Gembuz tersenyum. "Bukan begitu. Aku justru sedang menjalankan strategi panjang. Kalau semua berebut sekarang, aku tinggal nunggu yang kehabisan, terus kasih air baru. Itu juga bentuk khidmah, kan?"

 

Semua tertawa.

 

"Apa pun yang kalian lakukan, ingatlah bahwa adab tetap yang utama. Jika sesuatu dilakukan dengan pemahaman yang benar, itu akan menjadi berkah. Tapi jika hanya ikut-ikutan tanpa makna, maka yang tersisa hanya kebiasaan." kata Hudaifi yang mencoba menyimpulkan diskusi dengan bijak.

 

Tradisi minum air sisa guru bukan sekadar ritual tanpa arti, melainkan simbol penghormatan yang harus dibarengi dengan pemahaman. Keberkahan tidak terletak pada benda yang disentuh guru semata, tetapi pada bagaimana santri meneladani akhlak dan ilmu mereka.

 

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

 

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ

"Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)

 

Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang bukan berasal dari benda-benda yang ia tinggalkan, melainkan dari ilmu yang ia miliki. Oleh karena itu, cara terbaik menghormati guru bukan hanya dengan meminum air sisanya, tetapi dengan mengamalkan ilmu yang diajarkan.

 

Selain itu, Rasulullah ﷺ juga bersabda:
"Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak ulama." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

 

Hadis ini mengajarkan bahwa penghormatan kepada guru harus disertai dengan adab yang baik. Jika tradisi ini dilakukan dengan niat yang benar dan penuh penghormatan, maka ia bisa menjadi ladang keberkahan. Namun, jika hanya menjadi kebiasaan tanpa pemahaman, maka esensinya bisa hilang.

 

Maka, santri harus memahami bahwa berkah sejati ada pada akhlak, ilmu, dan keteladanan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar dari air sisa yang diminum.

Baca Juga : Biaya Haji 1446 H/2025 M Turun, Begini Penjelasan Kemenag
Bagikan :