Bumi Pesantren

Fenomena Pesantren Mahal dan Etos Belajar Santri

Fenomena Pesantren Mahal dan Etos Belajar Santri
Dok kpsmedia

 

Harta adalah salah satu wasilah/media yang dapat mengantarkan manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Harta kekayaan bukanlah tujuan. Oleh karena itu, bagi para ulama salaf menafkahkan sebagian besar hartanya untuk mencari, menghasilkan, dan menyebarkan ilmu adalah sebuah hal yang harus mereka lakukan. Betapa banyak kisah yang menceritakan bahwa seorang perawi hadits harus rela menempuh jarak berpuluh atau beratus kilometer demi mendapatkan sebuah hadits dari seorang guru. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya perjalanan yang harus dilaluinya. Bukan hanya melalui daratan, bahkan kadang harus ditempuh melalui jalur laut. 

 

Katsir ibn Qays meriwayatkan kisah pertemuannya dengan Abu Darda' di Masjid Damaskus. Katsir berkata, "Wahai Abu Darda', aku datang jauh-jauh dari Madinah untuk menemui engkau karena aku mendengar bahwa engkau memiliki riwayat hadits dari Rasulullah saw." Lalu Abu Darda' bertanya kepadanya, "Apakah engkau ke sini untuk tujuan lain? Tujuan berdagang? Atau memang hanya untuk mendapatkan riwayat hadits?". "Ya, aku ke sini untuk mendengarkan hadits Nabi. Sebab, aku mendengar bahwa Rasulullah sw bersabda: siapa yang melakukan perjalanan untuk mencari sebuah ilmu maka Allah swt akan memudahkan jalan baginya masuk menuju surga," tegas Katsir ibn Qais menjawab.

 

Tidak heran kalau kita kemudian mendapati fenomena banyaknya santri dari penjuru Nusantara yang rela meninggalkan kampung halamannya untuk belajar ke berbagai pesantren, yang di kemudian hari santri ini tampil sebagai ulama kenamaan. Dalam khazanah pesantren dikenal istilah santri kelana. Ulama-ulama yang terkenal dan ditulis sejarahnya seperti Mbah Hasyim Asy’ari dan Mbah Wahab Chasbullah adalah contoh santri kelana.

 

Apakah Pesantren Mahal Sebanding dengan Kualitasnya?

Baca Juga : Pemprov Jatim Lepas 33 Calon Mahasiswa Penerima Beasiswa Santri Pondok Pesantren (BSPP) ke Universitas Al Azhar Mesir
Bagikan :